• RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin

Sabtu, 27 September 2014

Di British Library, London Inggris, saat ini terdapat sekitar 500 naskah kuno dari Indonesia yang masih perlu dikaji oleh para pakar dan pemerhati. Keberadaan naskah kuno Indonesia itu diungkapkan Kepala Seksi Asia Tenggara di British Library, Annabel Teh Gallop yang menjadi pembicara dalam pelatihan naskah kuno kerja sama KKI Warsi dengan Jurnal Seloko yang berlangsung pada 15-16 September 2014.



Pelatihan akan berkutat dan mengkaji piagam dan naskah-naskah kuno yang berhasil ditemukan dari beberapa daerah di Provinsi Jambi. Pelatihan ini diikuti belasan peserta yang berasal dari peneliti, dosen dan aktivis dari berbagai instansi di Jambi.

Annbel mengatakan, untuk bisa mengkaji naskah kuno itu setidaknya dibutuhkan tiga kemampuan dasar, yakni filologi untuk mengkaji isi naskah, kodikologi untuk mengkaji fisik naskah dan pengetahuan terhadap konteks sosio-budaya masyarakat pemilik naskah.

"Menurut saya ini adalah kesempatan emas. Karena peneliti akan menjadi perantara antara naskah itu dengan dunia luar," kata Annabel seperti dikutip dari Antara, Kamis (18/9).

Ia mengatakan, pengetahuan mengenai naskah masa lalu yang dimiliki Jambi sangat diperlukan untuk mengetahui kearifan lokal dan sosial budaya masyarakat setempat.

Selain itu, melalui kajian naskah juga terbuka peluang untuk mengetahui sejarah masa lalu yang barangkali luput dari pengamatan, sebab di dalam naskah juga bisa ditemukan kapan sebuah naskah dibuat dan siapa pembuat naskah tersebut, terutama untuk naskah piagam yang banyak ditemukan di Jambi.

"Naskah piagam sangat penting sebagai kajian sejarah karena biasanya ada judul dan tanggal penulisannya," kata Annabel.

Menurut Warsi, di daerah Jambi banyak terdapat piagam atau naskah kuno yang saat ini sudah sulit ditemukan. Jika pun masih bisa ditemukan, kondisi fisik naskah juga sudah banyak yang rusak karena dimakan usia.

Padahal, di dalam naskah-naskah tersebut terkandung aturan adat, kearifan lokal, serta batas-batas wilayah masyarakat di suatu daerah.

Sebelum naskah-naskah itu benar-benar hilang dan tidak bisa diakses lagi, diperlukan sebuah upaya penyelamatan melalui pengkajian dan penelitian naskah yang masih bisa ditemukan. Jika penyelamatan naskah melalui penelitian seperti ini tak segera dilakukan maka aturan lokal yang tercantum di dalam naskah tersebut akan hilang dan tidak bisa memberikan manfaat kepada masyarakat di masa yang akan datang.

Namun, karena kemampuan masyarakat masih sangat minim untuk mengkaji dan meneliti naskah tersebut, KKI WARSI bekerja sama dengan Seloko Jurnal Budaya sengaja menggelar penelitian naskah dengan mendatangkan pembicara dari British Library. Melalui pelatihan ini diharapkan bisa memberi pemahaman awal bagi para peneliti untuk lebih serius mengkaji dan mendokumentasikan naskah, piagam yang merupakan kekayaan masyarakat Jambi.

Selain naskah bisa diselamatkan dari kepunahan, masyarakat luas juga bisa mengetahui keagungan dan kearifan lokal yang pernah tumbuh di tengah masyarakat Jambi pada zaman dulu kala.

Deputi KKI Warsi Yulqari mengatakan, pelatihan pernaskahan itu sangat perlu dilakukan karena melalui pemahaman dan kemampuan dalam menganalisis naskah lama diharapkan bisa memberikan pengetahuan dalam mengambil kebijakan terkait pemberdayaan masyarakat adat, sebab naskah-naskah tersebut sebenarnya berkaitan erat dengan kearifan lokal masyarakat pemilik naskah.

Ia mencontohkan, dalam melakukan pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) yang selama ini diusung oleh KKI WARSI, untuk mewujudkan advokasi dibutuhkan informasi terkait klaim wilayah dan bagaimana struktur-struktur di dalam suatu masyarakat.

Hal itu bisa ditemukan di dalam naskah dan piagam tersebut, semua itu tercantum dalam tambo atau naskah. Ini yang perlu kita ketahui dan kita gali. Untuk wilayah hulu masih sangat kental dan banyak menyimpan naskah-naskah tersebut," katanya.

Diharapkan melalui kegiatan pelatihan pernaskahan itu akan memberikan bekal bagi staf WARSI dan para peserta pelatihan dalam membaca naskah yang masih bisa ditemukan di tengah masyarakat.

"Kita akui selama ini kita masih kurang atau masih minim dalam membaca naskah seperti ini. Selama ini kita lebih banyak membaca naskah berdasarkan interaksi langsung dengan masyarakat," katanya.